Minggu, 24 Februari 2013

HADITS TENTANG PENDIDIKAN


                                                 
HADITS TENTANG PENDIDIKAN
OLEH : DRS.HM.SAKTI RANGKUTI,MA.
GURU AGAMA ISLAM SMAN 1 GALANG KABUPATEN DELI SERDANG

A. HADITS
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود)[1]
Artinya :
Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda : “Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)

                                                               
B. KANDUNGAN HADITS
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci tanpa dosa, dan apabila anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan itu adalah dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya tentang sesuatu hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk yang harus ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam pedndidikan yang baik dan benar.
Dalam proses pendidikkan anak ini, adakalanya orang tua bersikap keras dalam mendidik anak. Contohnya, pada umur tujuh tahun orang tua mengingatkan anaknya untuk melakukan sholat dan pada saat umur sepuluh tahun, orang tua boleh memukulnya ketika sianak tersebut tidak mengerjakan sholat.
Ketika anak tersebut oleh orang tuanya dijadikan seorang muslim maka anak tersebut harus menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya seperti firman Allah SWT.
“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya”. (Q.S Al-ankabuut).
Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa besarkah kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya.
Tetapi, berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat saja kita sering telat dan tidak khusyuk Rasulullah SAW menempatkan ibu “tiga tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Orang bijak mengatakan, “Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.”
Jadi orang tua itu berperan penuh dalam proses mendidik anaknya, apabila anak itu sampai tidak mengenal agama (mengenal Allah) maka itu merupakan kelalaian orang tua.
C. HUBUNGAN DENGAN AYAT AL-QUR’AN
Hadits tentang pendidikan keluarga di atas berhubungan dengan ayat Al-Qur’an surat Al-Ahqaf 15-16 yang Artinya :
15. Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
16. Mereka Itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang Telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang Telah dijanjikan kepada mereka. ( Q.S. Al-Ahqaf 15-16 ).
Dalam ayat di atas di terangkan perintah Allah pada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang telah membesarkan dan memeliharanya dengan susah payah, anak yang baik adalah di samping dia beribadah kepada allah ia juga selalu berbakti dan berdoa kepada Allah agar kedua orang tuanya itu selalu mendapat rahmat dan karunia-Nya. Anak yang demikian itu termasuk calon penghuni surga nanti.[8]
Allah mengingatkan kepada kita, bahwa kesusahan ibu dalam mengandung dan kesusahan ibu dalam melahirkan! Kita semua melihat sendiri kesusahan itu. Seorang ibu menderita karena mengandung. karena melahirkan. Namun kesusah payahan menambah erat cintanya. Bahkan bukan sedikit seorang ibu yang subur. Melahirkan tahun ini, menyusukan tahun depan. Melahirkan tahun yang satu lagi dan menyusukan pula sesudah itu. Sehingga tahun ini beranak tahun depan menyusukan. Kian lama anak kian banyak. Namun badan kian lama kian lemah dan kasih sayang kepada anak tidak berkurang. Karena memiliki anak adalah dambaan dari bapak maupun ibu.[9]
Di riwayatkan bahwa ayat ini di turunkan berhubungan dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq, beliau termasuk orang yang beruntung karena beliau sendiri termasuk sahabat Nabi yang paling dekat, putri beliau isteri Rasulullah, kedua orang orang tuanya yaitu Abu Quhafah Ummul Khoir binti Saqar bin Amir te1ah masuk islam, demikian pula anak beliau yang lain dan saudara–saudaranya , beliau bertaubat bersyukur dan berdoa kepada Allah SWT karena memperoleh nikmat yang tiada tara.[10]
Allah memerintahkan agar semua manusia berbuat Ihsan kepada kedua orang tuanya, baik waktu hidup maupun setelah meninggal dunia nanti, berbut ihsan adalah melakukan perbuatan yang baik sesuai yang di perintahkan agama, berbuat ihsan pada orang tua adalah menghormati, memelihara, dan memberi nafkah kepedanya apabila dia sudah tidak punya penghasilan lagi, sedangkan berbuat ihsan kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia ialah selalu mendoakannya kepada Allah agar diampuni segala dosanya. Berbuat ihsan pada orang tua termasuk amal yang tinggi nilainya di sisi Allah, sedangkan durhaka padanya termasuk perbuatan dosa besar.[11]
Anak merupakan sambungan hidup bagi kedua orang tuanya, cita-cita atau perbuatan yang tidak dapat dilakukan semasa hidupnya, diharapkan anaknya nanti yang melanjutkannya sekalipun ia telah meninggal dunia, karena itu anak juga merupakan harapan orang tuanya, bukan saja harapan sewaktu dia hidup tetapi juga harapan setelah ia meninggal dunia. Dalam hadist nabi saw diterangkan bahwa diantara amal yang tidak akan terputus-putus pahalanya diterima oleh manusia sekalipun yang telah meninggal dunia nanti ialah amal ibadah, dan do’a dari anak-anaknya yang sholeh yang selalu membutuhkannya.[12]
Setiap orang mukmin di perintahkan untuk berbakti kepeda kedua orang tuanya dan mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya maupun kepada ibu bapaknya dan agar ia senantiasa melakukan amal shaleh dan menshalehkan anak cucunya.[13]
D. HUBUNGAN DENGAN HADITS LAIN
Hadits tentang pendidikan keluarga di atas berhubungan dengan hadist yang termaktub dalam kitab hadits Imam Bukhori, yaitu :
قَالَ عبد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ. (رواه البخاري).[14]
Artinya : Dari Abdullah Bin amr r.a. berkata : seorang dating kepada nabi saw. Minta izin untuk berjihad. Maka ditanya oleh nabi saw.: apakah ayah ibumu masih hidup? Jawabnya: ya. Sabda nabi saw. : didalam melayani keduanya itulah kamu berjihad.(H.R. Bukhori)
E. HUBUNGAN DENGAN REALITAS SOSIAL
Hubungan hadist tentang pendidikan keluarga dengan realita sosial seperti contoh berikut:
1.Ibu mengandung anak dalam keadaan penuh cobaan dan penderitaan, semua dirasakan kandungan itu agak ringan, sekalipun telah mulai timbul perubahan dalam dirinya, sepeti makan tidak enak, perasan gelisah dan sebagainya, sermakin lama kandugan itu, semakin basar pula cobaan yang dikandung ibu sampai saat ia melahirkan, hampir cobaan itu tidak tertangguhkan lagi, serasa akan terputus nyawa yang dikandung badan.
2.Setelah anak lahir ibu memelihara dan meyusuinya masa mengandung dan menyusui itu 30 bulan, ayat Al-Qur’an menerangkan bahwa masa menyusui yang paling sempurna 2 tahun.
3.Ibulah yang paling banyak berhubungan dengan anak dalam memelihara dan mendidiknya sampai anaknya sanggup berdiri sendiri, sejak dari memandikan, membersihkan pakaian, dan menyiapkan makanan.
F. KISAH LUMQAN HAKIM DALAM MENDIDIK ANAKNYA.
Luqman Hakim adalah seorang tukang kayu berkulit hitam, dia adalah penduduk Mesir yang hidupnya sederhana. Allah telah memberinya hikmah dengan menganugerahkan kenabian kepadanyaÈ.[15]
spyJõ3Ïtø:ا (Al-Hilmah) artinya kebijaksanaan dan kecerdikan, dan banyak perkataan bijak dari Luqman antara lain perkataan kepada anak lelakinya, yaitu:[16]
Pertama, ”Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusia yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah perahumu didunia bertakwa kepada Allah. Barang kali saja kamu dapat selamat, tapi aku yakin kamu dapat selamat”.
Kedua, Dan perkataan luqman yang lain, “ Barang siapa yang menasihatinya dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat pemeliharaan dari Allah. Dan barang siapa yang dapat menyadarkan orang-orang lainakan dirinya sendiri, niscaya Allah akan menambahkan kemuliaan baginya karena hal tersebut. Hina dalam rangka taat kepada Allah lebih baik dari pada membanggakan diri pada kemaksiatan.
Ketiga, Dan perkataannya yang lain, yaitu, “Hai anakku, janganlah engkau bersikap manis, karena engkau pasti ditelan, dan jangan engkau bersikap terlalu pahit karena engkau pasti akan dimuntahkan.
Keempat, Dan perkataannya lagi, yaitu, “Hai anakku, jika kamu hendak menjadikan seseorang menjadi teman (saudaramu), maka buatlah dia marah kepadamu terlebih dahulu, maka apabila ia bersikap pemaaf terhadap dirimu ia tidak marah, maka persaudarakannlah ia, dan apabila ia tidak mau memaafkanmu maka hati-hatilah terhadap dirinya.
Dalam Alqur’an Surat Luqman ayat 13-19, Luqman Hakim juga menasehati anaknya, yaitu:[17]
1. Janganlah kamu menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah adalah dosa yang besar.
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
2. Berbuat baiklah kepada ibu dan bapak, karena ibu telah mengandungmu dalam keadaan yang lemah dan semakin lemah, dan menyusuimu dalam waktu yang cukup lama.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
3. Dan jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan Allah, maka jangan kamu turuti. Dan ajaklah mereka kembali kejalan yang benar.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
4. Sekecil apapun perbuatan amal yang telah kamu lakukan, maka Allah akan membalasnya.
16. (Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus[1181] lagi Maha mengetahui.
[1181] Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segalasesuatu bagaimana kecilnya.
5. Dirikanlah Shalat, kerjakanlah yang baik, hindari dan cegahlah perbuatan yang munkar dan bersabarlah atas ujian yang menimpamu.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
-Janganlah sombong dan jangan angkuh, karena Allah swt. tidak menyukai hal tersebut.Ÿ
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
7. ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat, dan janganlah kamu berbicaradengan suara yang keras
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
G. KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK.
Bukan saja sang anak, orang tua pun mempunyai kewajiban terhadap anak yang harus ditunaikan. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Kewajiban orang tua tersebut adalah sebagai berikut: [18]
1) Anak mempunyai hak untuk hidup.
2) Menyusui.
3) Memberi Nama yang Baik.
4) Mengaqiqahkan Anak.
5) Mendidik anak.
6) Memberi makan dan keperluan lainnya.
7) Memberi rizqi yang ‘thayyib’.
8) Mendidik anak tentang agama.
9) Mendidik anak untuk sholat.
10) Menyediakan tempat tidur terpisah antara laki laki dan perempuan.
11) Mendidik anak tentang adab yang baik.
12) Memberi pengajaran dengan pelajaran yang baik;
13) Memberi pengajaran Al Quraan.
14) Memberikan pendidikan dan pengajaran baca tulis .
15) Memberikan perawatan dan pendidikan kesehatan.
16) Memberikan pengajaran ketrampilan.
17) Memberikan kepada anak tempat yang baik dalam hati orang tua.
18) Memberi kasih sayang.
19) Menikahkannya.
20) Mengarahkan anak.
H. KISAH KASIH SAYANG ORANG TUA KEPADA KITA.
Kasih Sayang Orang Tua kepada kita sebagai mana Kisah Pohon Apel dan Seorang Anak Laki – Laki sebagai berikut: [19]
Ada seorang anak kecil laki-laki yang setiap harinya bermain dengan pohon apel. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,“ pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi, “ jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.“
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi,“ kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?“
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,“ kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua daan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi deganku,“ kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu.
“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?“
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.“
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.“
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,“ jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,“ kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,“ jawab anak lelaki itu.
“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,“ kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,“ kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.“
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.“ Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
KESIMPULAN
Anak yang terlahir kedunia atas kehendak Alloh, dan Alloh juga menjadikan agama anak tersebut atas fitrohnya (islam). Adapun pendidikan anak tersebut diserahkan pada orang tua, karena anak itu merupakan titipan Alloh yang harus kita bimbing supaya selamat dunia akherat.
Dan kita sebagai anak seyogyanya harus berbakti kepada orang tua. Karena berbakti kepada orang tua adalah sesuai dengan Firman Alloh:
dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. (Q.S Al-ankabuut).
Dan perintah berbakti pada orangtua itu tidak hanya ketika mereka masih hidup saja, tetapi ketika orang tua sudah meninggal kita harus mendoakannya. Itu juga merupakan wujud bakti kita kepada orang tua.

Daftar pustaka
Abi Toyyib Muhammad Samsul Haqq al-Adzim Abadi ‘Aunu al- Ma’bud (Beirut : Dar al-Fikri, 1399H / 1979M)
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang:PT. Karya Toha Putra, 1992).
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra1987).
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhori dalam Sahihnya, Kitabu Al-Jihad babAl-jihad bi idnil abawaini (Beirut:Dar al- Fikri1415 H./1995 M.).
Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats as-Sajastani dalam Sunannya Kitab As-Sunnahbab fi Diroril Musyrikin (Beirut:Darul Fikri, 1414 H.)
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 1982).
http://lantabur.tv, kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
http://uripsantoso.wordpress.com kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
Shihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Hajar Astqalani, Tahdzibu al- Tahdzib, (BeirutDarul Fiqri, cetakan ke satu, 1995 M.)
Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990.

[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats as-Sajastani dalamSunannya Kitab As-Sunnah bab fi Diroril Musyrikin (Beirut:Darul Fikri, 1414 H.) jilid 4, hal. 240.
[2] Shihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Hajar Astqalani, Tahdzibu al- Tahdzib,(Beirut: Darul Fiqri, cetakan ke satu, 1995 M.), juz 10 hlm. 294-295.
[3] Ibid. juz 5. hlm. 192-193.
[4] Ibid. juz 4, hlm. 287-289.
[5] Ibid. juz 8, hlm. 6-10.
[6] ibid. juz 4, hlm. 490.
[7] Abi Toyyib Muhammad Samsul Haqq al-Adzim Abadi ‘Aunu al- Ma’bud (Beirut : Dar al-Fikri, 1399H / 1979M) juz 12 hal. 487-489
[8] Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990, hlm. 279-287.
[9] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 1982), Jus26, hlm 25.
[10] Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990, hlm. 279.
[11] Ibid, . 279.
[12] Ibid, 287.
[13] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra1987), Jus26, hlm32.
[14] Diriwayatkan Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhori dalam Sahihnya,Kitabu Al-Jihad bab Al-jihad bi idnil abawaini (Beirut:Dar al- Fikri, 1415 H./1995 M.) jilid 2, hal. 199.
[15]Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang:PT. Karya Toha Putra, 1992)juz 21, hlm145.
[16] Ibid, 145-146
[17] Ibid, 147
[18] http://uripsantoso.wordpress.com kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
[19] http://lantabur.tv, kamis-16 desember 2010( jam 10:30)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar