Mampukah
Manusia Mengubah Takdir ?
USTADZ.DRS.HM.SAKTI
RANGKUTI,MA.
GURU
AGAMA ISLAM SMAN 1 GALANG DELI SERDANG
Selalu menggelitik memang untuk memahami apa yang akan terjadi
esok, lusa, minggu depan, tahun depan, atau seratus tahun ke depan !. Apakah
takdir bisa berubah?, apa yang menyebabkan perubahan takdir, dimana Allah
berposisi dan melakukan reposisi terhadap takdir?. Dan banyak lagi pertanyaan
di wilayah ini.
Tidak heran pembuat buku Salat Smart yang bukunya sudah beredar di
negeri Jiran mengulas dan mempertanyakan : Perlukah Memilih Takdir. Satu
pertanyaan yang saya jadi ragu mengelaborasinya, karena memang ada beberapa
pandangan dalam cara kita melihat takdir.
Saya lebih melihat bahwa takdir itu adalah ketentuan Allah.
Dan ketentuan itu tidak akan mengalami perubahan ataupun kalaupun berubah, maka
manusia “ditakdirkan” untuk tidak mampu mengamati perubahan dari takdir itu
sendiri.
Allah berfirman :
QS 48. Al Fath 23. Sebagai suatu
sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan
menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.
Firman ini menegaskan bahwa kita tidak akan dapat menemukan
perubahan (melalui pengamatan) bahwa takdir mengalami perubahan. Jadi apa saja
yang kita akan jalani dalam kehidupan, termasuk mimpi-mimpi sekalipun berada
dalam arena yang telah ditetapkan. Kemanapun kita melakukan pilihan
melangkah, termasuk menghindari terantuk dari batu, atau memilih makanan pedas
atau asin, semua adalah pilihan dari takdir. Jadi kemanapun kita
berjalan, kita akan memenuhi takdir kita !.
Pertanyaan yang aneh ?
Disini kita menangkap dua pengertian terhadap takdir dalam
masyarakat :
Pertama : Takdir sebagai
suatu ketentuan yang tidak mengalami perubahan dan telah berlaku sejak dahulu,
seperti disampaikan ayat di atas. Dalam pemahaman ini, tentunya bekerja
aksi-reaksi, hukum-hukum alam atau hukum fisika yang diberlakukan sejak
penciptaan pertama terhadap hukum-hukum alam semesta.
Kedua : Takdir
sebagai prosesi kejadian - Yang terjadi pada manusia. Ketika manusia
berada pada posisi beruntung, entah mendapat jodoh atau diterima untuk bekerja,
maka yang bersangkutan mencapai suatu posisi dari pilihan takdirnya.
Pertanyaan ini sulit juga untuk dijawab. Kok ditanya lagi !,
bukankah kita "tidak akan" mampu melihat perubahan takdir.
Tapi, jelas pula bahwa Allah juga tidak menyebutkan bahwa takdir itu
tidak akan berubah, takdir bisa berubah, namun manusia tidak mampu menemukan
perubahannya. Kalau begitu, bagaimana manusia tahu bahwa telah terjadi
perubahan takdir !.
Bisakah mengubah takdir? Banyak orang malas yang menjadikan
takdir sebagai dalih atas kemalasannya. Padahal, takdir itu bisa diubah. 'Memang, tidak semua takdir bisa
diubah'. Misalnya, jika kita ditakdirkan sebagai seorang laki-laki, tidak
bisa diubah menjadi seorang perempuan ( walaupun ada yang merubah dari
laki-laki jadi perempuan ini bukan merubah takdir tapi mendustai takdir).
Cara yang benar dan tepat, tentu saja harus bersumber dari Pembuat
takdir yang tiada lain Allah SWT melalui Al Quran dan Hadits Nabi saw.
Bagi Anda yang belum tahu, bahwa takdir
bisa diubah, silahkan simak hadist berikut:
Hadits dari Imam Turmudzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah
bin Umar, bahwa Nabi SAW Bersabda :
“Barangsiapa hatinya
terbuka untuk berdo’a, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak
ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang yang
meminta keselamatan. Sesungguhnya do’a bermanfa’at bagi sesuatu yang sedang
terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak ada yang bisa menolak taqdir kecuali
do’a, maka berpeganglah wahai hamba Allah pada do’a”. (HR Turmudzi dan Hakim)
Cara Mengubah Takdir
Yang pertama Yaitu dengan
berdo’a. Dalilnya
ialah hadits diatas.
Yang kedua Yaitu
Bersedekah. Rasulullah
SAW pernah bersabda :“Silaturrahmi dapat
memperpanjang umur dan sedekah dapat merubah taqdir yang mubram” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Imam Ahmad).
Yang ketiga yaitu
Bertasbih. Ada
hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad Ibnu Abi Waqosh, Rasulullah bersabda : “Maukah kalian Aku beritahu sesuatu do’a, yang jika kalian
memanfa’atkan itu ketika ditimpa kesedihan atau bencana, maka Allah akan
menghilangkan kesedihan itu? Para sahabat menjawab : “Ya, wahai Rasululullah, Rasul
bersabda “Yaitu do’a “Dzun-Nun : “LA
ILAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINADH-DHOLIMIN” (Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau,
sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang dholim”). (H.R.
Imam Ahmad, At-Turmudzi dan Al-Hakim).
Yang keempat yaitu
Bershalawat ada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubay Ibnu Ka’ab, bahwa ada seorang
laki-laki telah mendedikasikan semua pahala sholawatnya untuk Rasulullah SAW,
maka Rasul berkata kepada orang tersebut : “Jika
begitu lenyaplah kesedihanmu, dan dosamu akan diampuni” (H.R Imam Ahmad At-Tabroni)
“Tidak ada yang mengubah
takdir kecuali do’a”
Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan
bahwa taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang
dapat mengubah takdir ialah doa seseorang.
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam:
“Tidak ada yang dapat
menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat
menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)
Subhanallah…! Betapa luar biasa kedudukan do’a dalam ajaran Islam.
Dengan do’a seseorang bisa berharap bahwa taqdir yang Allah ta’aala tentukan
atas dirinya berubah. Hal ini merupakan sebuah berita gembira bagi siapapun
yang selama ini merasa hidupnya hanya diwarnai penderitaan dari waktu ke waktu.
Ia akan menjadi orang yang optimis. Sebab keadaan hidupnya yang selama ini
dirasakan hanya berisi kesengsaraan dapat berakhir dan berubah. Asal ia tidak
berputus asa dari rahmat Allah ta’aala dan ia mau bersungguh-sungguh meminta
dengan do’a yang tulus kepada Allah ta’aala Yang Maha Berkuasa.
“Katakanlah: “Hai
hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya
sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”
(QS Az-Zumar 53-54)
Demikianlah, hanya orang yang tetap berharap kepada Allah ta’aala
saja yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya taqdir
yang ia jalani. Ia akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa jika ia
memohon kepada Allah ta’aala dalam keadaan apapun, maka derita dan kesulitan
yang ia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah.
Sebaliknya, orang yang tidak pernah kenal Allah ta’aala dengan
sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah
ta’aala. Ia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas. Pertama,
ia akan mudah berputus asa. Atau kedua, ia akan lari kepada fihak lain untuk
menjadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal begitu ia bersandar kepada
sesuatu selain Allah ta’aala –termasuk bersandar kepada dirinya sendiri- maka
pada saat itu pulalah Allah ta’aala akan mengabaikan orang itu dan
membiarkannya berjalan mengikuti situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan
orang tersebut dinilai sebagai seorang yang mempersekutukan Allah ta’aala
dengan yang lain. Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang
musyrik…!
“Dan Tuhanmu berfirman,
“Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina.”
(QS Al-Mu’min 60)
Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh
pernah berhenti meminta kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu
kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah ta’aala yang pedih.
Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
“Barangsiapa tidak berdo’a
kepada Allah ta’aala, maka Allah ta’aala murka kepadaNya.” (HR Ahmad 9342)
Saudaraku, janganlah berputus asa dari rahmat Allah ta’aala. Bila
Anda merasa taqdir yang Allah ta’aala tentukan bagi hidup Anda tidak memuaskan,
maka tengadahkanlah kedua tangan dan berdo’alah kepada Allah ta’aala. Allah
ta’aala Maha Mendengar dan Maha Berkuasa untuk mengubah taqdir Anda. Barangkali
di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai bentuk harapan agar Allah
ta’aala mengubah taqdir ialah sebagai berikut:
“Ya Allah, perbaikilah
agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku
yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di
dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku
dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari
segala keburukan.” (HR Muslim 4897)
Iman Kepada Takdir Baik dan
Buruk
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah
yang terkandung alam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman
kepada takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui
hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut
sedikit ulasan mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.
Takdir (qadar) adalah
perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi
hingga akhir zaman. (Terj. Al
Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai
dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak
ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada
sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam
kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah,
namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا
“Dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
وإن من شىء إلا عنده بمقدار
“Dan tidak ada sesuatupun
melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya
melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs.
Al-Hijr: 21)
Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun
iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan
seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan
meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas
ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره
وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak beriman salah
seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari
Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya,
serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.”(Shahih,
riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari
‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’