Nabi Ibrahim as
Kisah Para Nabi dan Rasul dalam Al-Quran
Editor : drs.HM.Sakti Rangkuti,MA.
Guru Agama Islam SMAN 1 Galang
Kecamatan Galang
|
|
DAFTAR ISI
Pendahuluan
Nama
|
Ibrahim bin Azar
|
Garis Keturunan
|
Adam as ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qainan ⇒ Mahlail ⇒ Yarid ⇒ Idris as ⇒ Mutawasylah ⇒ Lamak ⇒ Nuh as ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyadz ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra'u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Azar ⇒ Ibrahim as
|
Usia
|
175 tahun
|
Periode sejarah
|
1997 - 1822 SM
|
Tempat diutus (lokasi)
|
Ur di daerah selatan Babylon (Irak)
|
Jumlah keturunannya (anak)
|
13 anak
|
Tempat wafat
|
Al-Khalid (Hebron, Palestina/Israel)
|
Sebutan kaumnya
|
Bangsa Kaldan
|
di Al-Quran namanya disebutkan sebanyak
|
69 kali
|
Ibrahim
(tahun 1997 SM s/d 1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi, dan sering
disebut sebagai "bapak para nabi". Ia mendapat gelar Khalil Allah
atau Sahabat Allah. Selain itu beliau bersama anaknya, Nabi Ismail terkenal
sebagai pengasas Kaabah.
Nabi
Ibrahim al-Khalil dilahirkan di Ur, daerah bagian selatan Irak. Beliau lahir
di kalangan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung pada zaman
Raja Namrud bin Kan'an. Ayahnya, Azar adalah seorang yang cukup pandai dalam
membuat berhala yang menyesatkan ini. Dia lalu memerintahkan Ibrahim untuk
menjualnya ke pasar. Ibrahim pun membawanya dan berteriak di pasar, "Siapa
yang mau membeli benda berbahaya dan tidak bermanfaat ini?!"
Ketika
Ibrahim beranjak dewasa, beliau mengingkari perlakuan kaumnya yang menyembah
berhala-berhala itu. Hal ini terekam dalan firman Allah, "Sungguh,
sebelum dia (Musa dan Harun) telah kami berikan kepada Ibrahim petunjuk, dan
Kami telah mengetahui dia," (QS. Al-Anbiya' [21]: 51).
Dalam
benaknya, terlintas beragam pertanyaan dan penalaran tentang kaumnya. Mereka
hidup dalam kelalaian dan kesesatan karena keyakinan yang rusak terhadap
berhala, patung, dan bintang. Allah berfirman, "(Ingatlah) ketika
Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan
berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihatmu dan kaummu
dalam kesesatan yang nyata," (QS. Al-An'am [6]: 74).
Setelah
Ibrahim bersenjatakan kebenaran dan logika ketika Allah menjadikan beberapa
sebab itu untuknya, pertengkaran pun terjadi antara Ibrahim dan orang-orang
kafir serta orang-orang yang sesat.
Beliau
pun mengingatkan ayahnya dengan sangat bijaksana dan penuh nasihat. Akan
tetapi, sang ayah bersikeras berada dalam kesesatan dan kebodohannya. Nabi
Ibrahim tetap mengajal kaumnya untuk beribadah kepada Allah semata dan
menghancurkan berhala.
Berita
tentang beliau lalu tersebar ke seluruh penduduk Babylon hingga Raja Namrud
mengajaknya berdebat. Mereka berdua pun bertemu. Nabi Ibrahim melancarkan
berbagai argumen dan dalil-dalil sehingga dapat mematahkan semangat lawannya.
Ini tercatat dalam firman Allah, "Maka bingunglah orang yang kafir
itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim," (QS.
Al-Baqarah [2]: 258).
Pada
suatu hari, Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang ada dan meninggalkan
salah satunya (yang paling besar) karena ada tujuan tertentu. Ketika
orang-orang berdatangan ke tempat tersebut, mereka menemukan semuanya hancur
berantakan, mereka pun marah, dendam, dan berjanji akan memberikan hukuman yang
sangat berat kepada orang yang telah melakukannya. Setelah berusaha mencari
pelakunya, mereka mengetahui bahwa Ibrahim bin Azar yang melakukannya.
Setelah itu, mereka pun menyidangnya. Di dalam firman Allah disebutkan, "Mereka
bertanya, 'Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan
kami, wahai Ibrahim?' Dia (Ibrahim) menjawab, 'Sebenarnya (patung) besar itu
yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada mereka, jika mereka dapat
berbicara. 'Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata,
'Sesungguhnya kalianlah yang menzalimi (diri sendiri)," (QS.
Al-Anbiya' [21]: 62-64).
Semuanya
terdiam setelah mendapat tamparan keras dari hujjah Nabi Ibrahim tersebut.
Bagi mereka, tidak ada cara lain kecuali membakarnya setelah beliau membuat mereka
berada dalam kebuntuan yang paling buruk.
"Mereka
berkata, 'Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian
benar-benar hendak berbuat. 'Kami (Allah) berfirman, 'Wahai api, jadilah kami
dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim. 'Dan mereka hendak berbuat jahat
terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling
rugi,"
(QS. Al-Anbiya' [21]: 68-70).
Disinilah,
Ibrahim dengan kecemerlangan pikirannya memandang perlu untuk berhijrah
membawa kemurnian agamanya. Beliaupun berhijrah bersama istrinya (Sarah) dan
keponakannya (Luth) ke tempat yang sangat diberkahi Allah untuk seluruh alam.
Allah berfirman, "Maka Luth membenarkan (kenabian Ibrahim). Dan dia
(Ibrahim) berkata, 'Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang
diperintahkan) Rabbku. Sungguh, Dialah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana," (QS. Al-Ankabut [29]:26).
Adzab
yang menimpa Penduduk Babylon setelah Nabi Ibrahim berhijrah
Dr.
Jamal Abdul Hadi menyebutkan dalam kitabnya, Jazirah al-'Arab bahwa
naskah-naskah Sumeria kuno telah diungkap melalui gubahan seorang penyair
Sumeria. Naskah tersebut menceritakan tentang berakhirnya kota Ur (Babylon)
yang diperintah Raja Namrud pada pertengahan abad ke-20 SM, yaitu saat
kepergian Nabi Ibrahim beserta keponakannya Luth. Ur, kota tempat kelahiran
Nabi Ibrahim itu mengalami dua kekalahan telak dari bangsa Ailam dan Amorite.
Allah berfirman, "Demikianlah Kami menjadikan sebagian orang-orang
zhalim berteman dengan sesamanya, sesuai dengan apa yang mereka
kerjakan," (QS. Al-An'am [6]: 129).
Penyair
itu mengungkapkan, "Kuda jantan terpisah dari habitatnya. Kawanannya
pun tercerai berai bersama angin." Dia juga menyebutkan sejumlah
nama-nama kota besar Sumeria, lalu mengisahkan akhir kematian kota tersebut.
Kemudian, dia menjelaskan ketetapan langit tentang kehancuran kota itu,
pertumpahan darah penduduknya, isak yang berkepanjangan, bangkai manusia yang
berserakan karena tertembus tombak atau hantaman peluru batu. Demikianlah
yang terjadi, hingga sengatan matahari melunturkan lemak-lemak mereka. Mereka
yang selamat menjadi hina dan kelaparan. Sang ibu kehilangan anaknya. Sang
ayah meninggalkan darah dagingnya. Para istri berpisah dari suaminya.
Mahabenar Allah yang berfirman, "Betapa banyak (penduduk) negeri yang
mendurhakai perintah Rabb mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami buat
perhitungan terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan
Kami adzab mereka dengan adzab yang mengerikan (di akhirat). Sehingga mereka
merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka,
itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan adzab yang keras bagi
mereka, maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai akal!
(Yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah menurunkan peringatan
kepada kalian," (QS.Ath-Thalaq [65]: 8-10).
Pada
pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa Nabi Adam adalah orang pertama
yang membangun Baitul Atiq. Sementara itu, Nabi Ibrahim yang membangun
kembali Baitul Atiq dengan mengangkat fondasinya bersama Ismail setelah
peristiwa banjir besar.
Nabi
Ibrahim, istrinya Hajar, dan anak mereka yang masih menyusu, Ismail, berjalan
ke suatu tempat yang diperintahkan Allah. Ibrahim diperintahkan untuk
berhenti di sebuah lembah yang tandus. Hal itu dilakukan setelah beliau
menunaikan kewajiban dan mensyukuri semua nikmat Allah. Beliau lalu kembali
pulang ke kota al-Khalil (Hebron) di Palestina dengan meninggalkan Hajar dan
anaknya di lembah tersebut. Dengan bertawakal, berharap Allah melindungi anak
dan istrinya, Ibrahim berdoa seperti yang tertuang dalam firman Allah, "Ya
Rabb, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati.
Ya Rabb, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari
buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur," (QS. Ibrahim [14]:
37).
Allah
mengeringkan air di tempat Hajar dan bayinya berada hingga mereka sangat
kehausan. Hajar segera mencari air dari sumber yang ada. Dia bolak-balik
antara Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali, tetapi tidak mendapatkan apa-apa.
Saat dia kembali menemui Ismail, dia melihat percikan air dari bawah tungkai
kaki anaknya. Air tersebut terpancar melalui perantara Jibril.
Abu
Syuhbah berkata dalam bukunya, "Jibril turun menyerupai seekor
burung. Dia lalu mengepakkan sayapnya ke bumi, ada juga yang berpendapat
dengan tungkainya, maka keluarlah air Zamzam. Karena sangat senangnya, Hajar lalu
mengumpulkan tanah untuk membendung aliran air itu seraya berseru, 'Zami zami
('Berkumpullah, berkumpullah').' Dia dan bayinya pun lantas minum hingga
dahaga mereka hilang dan tidak merasakan haus lagi setelah itu. Pada saat
demikian, Hajar mendengar suara yang berkata, 'Janganlah kamu takut
terlantar. Sebab, di sini akan ada Baitullah yang hendak dibangun anak ini
beserta ayahnya. Sungguh, Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya.'"
Setelah
itu, datanglah sekelompok kabilah Jurhum yang merantau dari Yaman. Mereka
tinggal di dekat tempat yang kemudian menjadi kota Mekah dan minta izin
kepada Hajar agar diperbolehkan tinggal di sana. Hajar senang dan tidak lagi
merasa sepi di tempat yang gersang itu. Mereka bermukim di sana dan membangun
tempat tinggal. Ketika Ismail beranjak dewasa, dia mampu berbahasa Arab
sehingga menjadi leluhur orang-orang Arab Musta'rabah (pendatang). Hal ini
seperti yang disebutkan Ibnu Syuhbah di dalam kitabnya.
Al-Azraqi
berkata dalam Tarikh Makkah, "Setelah peristiwa banjir besar, lokasi
Ka'bah dulu telah hilang. Lokasi tersebut berbentuk bukit kecil berwarna
merah yang tidak terjangkau oleh aliran air. Saat itu, manusia hanya tahu
bahwa di sana ada tempat yang amat bernilai, tanpa mengetahui pasti
lokasinya. Dari seluruh penjuru dunia, mereka yang dizhalimi, menderita, dan
butuh perlindungan datang ke tempat ini untuk berdoa, dan doa mereka pun
dikabulkan. Manusia pun selalu mengunjunginya hingga Allah memerintahkan
Ibrahim untuk membangun Ka'bah kembali. Sejak Nabi Adam diturunkan ke bumi,
Baitullah selalu menjadi tempat yang dimuliakan dan diperbaiki terus oleh
setiap agama dan umat dari satu generasi ke generasi lainnya. Tempat itu juga
selalu dikunjungi para malaikat sebelum Nabi Adam turun ke bumi."
Nabi
Ibrahim berulang kali mengunjungi keluarganya. Suatu hari, beliau bermimpi
menyembelih putranya, Ismail. Ismail pun memenuhi perintah itu, Namun, Allah
menggantikannya dengan seekor sembelihan yang besar seperti tercantum dalam
firman-Nya, "Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha
bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu! ' Dia (Ismail)
menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu;
insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. 'Maka ketika
keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas
pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu Kami panggil dia,
'Wahai Ibrahim, sungguh, engkau membenarkan mimpi itu. 'Sungguh, demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan
orang-orang yang datang kemudian, 'Selamat sejahtera bagi Ibrahim.
'Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman," (QS.
As-Shaffat [37]: 102-111).
Ketika
Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun Ka'bah, beliau bergegas ke Mekah.
Saat itu, Ibrahim melihat Ismail tengah meruncingkan anak panah di dekat
sumur Zamzam. Mereka pun saling bersalaman dan berpelukan. Nabi Ibrahim
berkata, "Allah memerintahlan aku agar membangun Baitullah
untuk-Nya". Ismail berkata, "Laksanakanlah perintah Rabbmu,
aku akan membantu ayah dalam urusan agung ini."
Nabi
Ibrahim pun mulai membangun Ka'bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu
untuknya. Ibrahim berkata pada Ismail, "Bawakan batu yang paling
bagus, aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar menjadi tanda bagi
manusia."Jibril lalu memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad: Batu
yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun menyodorkannya dan Ibrahim
meletakan pada tempatnya. Selama membangun, mereka berdua senantias berdoa, "Ya
Rabb kami, terimalah (amal) dari kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar,
Maha Mengetahui,"(QS. Al-Baqarah [2]: 127).
Ketika
bangunan Ka'bah semakin tinggi, Nabi Ibrahim tidak mampu lagi mengangkat
bebatuan. Dia lantas berdiri di atas sebuah batu, yang kemudian disebut maqam
Ibrahim, hingga sempurnanya pembangunan Baitullah. Allah kemudian
memerintahkan Ibrahim menyeru umat manusia agar melaksanakan ibadah haji.
Allah berfirman, "Serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap
unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh agar mereka
menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah
pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan-Nya
kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan
(sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka,
menyempurnakan nadzar-nadzar mereka, dan melakukan Thawaf di sekeliling rumah
tua (Baitullah)," (QS. Al-Hajj [22]: 27-29).
Pembangunan
Masjidil Aqsha
Palestina
merupakan daerah Arab sejak lebih dari 5000 tahun lalu ketika bangsa-bangsa
Semit bermigrasi ke wilayah tersebut. Bangsa Kan'an bermukim di sana dan
kemudian menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama mendiami daerah Syam
selat (Palestina dan Yordania Timur) dan mereka disebuty bangsa Kan'an).
Sementara itu, kelompok kedua tinggal di daerah pantai Syam di antara Gunung
Amanos dan Gunung Karmel. Mereka lalu disebut sebagai bangsa Kan'an Laut atau
bangsa Fenisia.
Bangsa
Kan'an memiliki kerajaan-kerajaan yang unggul dalam bidang pertanian dan
perdagangan. Pada saat mereka yang berdomisili di wilayah Palestina ini mulai
membangun peradaban sejarah mereka di sana, Nabi Ibrahim dan keponakannya,
Nabi Luth berhijrah ke sana, seperti yang telah kami sebutkan tentang dakwah
beliau pada bab sebelumnya. Hal ini juga sesuai dengan firman Allah, "Kami
selamatkan dia (Ibrahim) dan Luth ke sebuah negeri yang telah Kami berkahi
untuk seluruh alam," (QS. Al-Anbiya' [21]: 71).
Masjidil
Aqsha yang diklaim Zionis Yahudi sebagai tanah dan sejarah mereka secara
dusta adalah nama tempat suci umat Islam di bumi Palestina. Masjidil Aqsha
adalah masjid kuno yang telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim hingga masa Nabi
Muhammad. Di dalam as-Shahihain disebutkan satu hadits riwayat Abu Dzar
al-Ghifari yang pernah bertanya, "wahai Rasulullah, masjid manakah
yang pertama dibangun di muka bumi?" Beliau menjawab, "Masjidil
Haram." Dia bertanya lagi, "Lalu?" Beliau menjawab,
"Masjidil Aqsha." "Berapa lama jarak (pembangunan)
keduanya?" tanya Abu Dzar lagi. Beliau menjawab, "Empat
puluh tahun."
Menurut
para cendekiawan, Masjidi Aqsha lebih luas cakupannya daripada sekadar
bangunan yang memiliki nama tersebut. Menurut syariat, semua bangunan yang
berada di dalam pagar besar yang memiliki beberapa pintu itu termasuk masjid.
Ke lokasi masjid inilah disunahkan bepergian dan di sanalah digandakan pahala
shalat. Masjid ash-Shakhrah (Masjid Kubah Batu [Dome of The Rock]) juga
termasuk di dalamnya. Batu tersebut memiliki sejarah leluhur. Orang pertama
yang shalat di sana adalah Nabi Adam. Nabi Ibrahim menjadikan tempat itu sebagai
tempat ibadah dan tempat sembelihan. Allah menyifati Nabi Ibrahim ini di
dalam firman-Nya, "Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula)
seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, muslim dan dia
tidaklah termasuk orang-orang musyrik," (QS. Ali 'Iran [3]: 67).
Di
tempat itu pula, Nabi Ya'qub membangun masjidnya setelah melihat tiang dari
cahaya di atasnya. Di sanalah Nabi Yusya' mendirikan kubah zaman atau kemah
tempat berkumpul yang dibuat oleh Nabi Musa di bumi Tih (Sinai) sebagai tempat
menerima wahyu. Di sana pula Nabi Dawud membangun mihrabnya dan Nabi Sulaiman
membangun masjid besar yang dinisbahkan pada namanya sebagai tempat beribadah
dan mengesakan Allah.
Batu
itulah yang menjadi tempat berpijak Nabi Muhammad ketika beliau diperjalankan
pada malam mi'raj. Orang pertama yang membangun masjid di atasnya pada
periode keislaman adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan al-Umawi, Ibnu
Taimiyah berkata, "Masjidil Aqsha telah dibangun pada zaman Nabi
Ibrahim dan direnovasi megah oleh Nabi Sulaiman."
Nabi
Ibrahim adalah putera Aazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij
bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S.. Ia dilahirkan di
sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan Babilonia yang
saat itu diperintah oleh seorang raja zalim bernama Namrudz bin Kan'aan.
Sebelum itu tempat kelahirannya berada dalam keadaan kucar-kacir. Ini adalah
karena Raja Namrud mendapat petanda bahwa seorang bayi akan dilahirkan disana
dan bayi ini akan tumbuh dan merampas takhtanya. Antara sifat insan yang akan
menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang mempercayai satu tuhan dan
akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga akan menjadi penyebab Raja
Namrud mati dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Raja Namrud telah mengarahkan
semua bayi yang dilahirkan di tempat ini dibunuh, manakala golongan lelaki
dan wanita pula telah dipisahkan selama setahun.
Walaupun
berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap terjadi. Isteri Aazar telah
mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Pada suatu hari dia
terasa seperti telah tiba waktunya untuk melahirkan anak dan sedar sekiranya
diketahui Raja Namrud yang zalim pasti dia serta anaknya akan dibunuh. Dalam
ketakutan, ibu nabi Ibrahim telah bersembunyi dan melahirkan anaknya di dalam
sebuah gua yang berhampiran. Selepas itu, dia memasuki batu-batu kecil dalam
mulut bayinya itu dan meninggalkannya keseorangan. Seminggu kemudian, dia
bersama suaminya telah pulang ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi
Ibrahim a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya
yang mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15
bulan tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak
berusia dua tahun. Maka kedua ibubapanya berani membawanya pulang kerumah
mereka.
Nabi
Ibrahim mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada
masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia beragama politeisme yaitu
menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut paganisme. Dewa Bulan atau Sin
merupakan salah satu berhala yang paling penting. Bintang, bulan dan matahari
menjadi objek utama penyembahan dan karenanya, astronomi merupakan bidang
yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya
membuat patung-patung tersebut, lalu dia berusaha mencari kebenaran agama
yang dianuti oleh keluarganya itu.
Dalam
al-Quran Surah al-Anaam (ayat 76-78) menceritakan tentang pencariannya dengan
kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat sebuah bintang
(bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" Kemudian
apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada
yang terbenam hilang". Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit
(menyinarkan cahayanya), dia berkata: "Inikah Tuhanku?" Maka
setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika aku
tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang
sesat". Kemudian apabila dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan
cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku? Ini lebih besar".
Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: "Wahai kaumku, sesungguhnya
aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya)".
Inilah daya logika yang dianugerahi kepada beliau dalam menolak agama
penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan yang
sebenarnya.
Melihat
tanda Kekuasaan Allah
Semasa
remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung
buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan
kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan
secara mengejek ia menawarkan patung-patung ayahnya kepada calun pembeli
dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak
berguna ini? "
Nabi
Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan dan penyembahan
berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman dan keyakinannya
lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya dari
keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada Allah
agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali
makhluk-makhluk yang sudah mati. Ia memohon kepada Allah: "Ya Tuhanku!
Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang
sudah mati." Allah menjawab permohonannya dengan berfirman: Tidakkah
engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?." Nabi Ibrahim
menjawab:"Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu
dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata
kepala-ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan
agar semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada
kekuasaan-Mu."
Allah
mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu diperintahkanlah ia menangkap empat
ekor burung, lalu setelah memperhatikan dan meneliti bagian-bagian tubuh
burung itu, ia memotongnya menjadi berkeping-keping, mencampur-baurkannya,
dan kemudian tubuh burung yang sudah hancur-luluh dan bercampur-baur itu
diletakkan di empat puncak bukit yang berbeda dan berjauhan. Setelah
dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu, diperintahkan-Nya
Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah terkoyak tubuhnya dan
terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.
Dengan
izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat ekor burung itu dalam
keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu mendengar seruan dan
panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat burung yang hidup
kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana
Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali makhluk-Nya yang sudah
mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada. Dan dengan
demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk menenteramkan hatinya dan
menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman dan keyakinannya, bahwa
kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di langit atau di bumi
yang dapat menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata "Kun Fayakun",
maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.
Nabi
Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar,
ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah
berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya
sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan.
Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum
berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang
terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada
berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan
bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya
agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada
Allah Yang Maha Kuasa.
Dengan
sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap
orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang kepada ayahnya
menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa
ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh
ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan apakah yang
mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya padahal ia
mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat
mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau
musibah. Diterangkan pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada
berhala-berhala itu adalah semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh
kepada manusia sejak Adam diturunkan ke bumi lagi. Ia berseru kepada ayahnya
agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari
berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia
dan semua makhluk yang dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup
serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar
menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan
puteranya Nabi Ibrahim yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang
patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina kepercayaan ayahnya
bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut
kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan
marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki namun
seakan-akan tidak ada hubungan diantara mereka. Ia berkata kepada Nabi
Ibrahim dengan nada gusar: "Hai Ibrahim! Berpalingkah engkau dari
kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau berikan
kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau
membangkitkan amarahku dan cuba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan
penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan
memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku
tidak sudi bercampur denganmu didalam suatu rumah di bawah suatu atap.
Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan
mencelakakan engkau."
Nabi
Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya
dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya berkata:
"Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun
bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada
Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan
doaku untukmu." Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya
dalam keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan
kafir.
Nabi
Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan
Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat
menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat
ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan
syirik namun ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana
pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum
dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya. Penolakan
ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit
pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan
terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih
persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang
bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nabi
Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog
dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anuti dan ajaran yang ia
bawa. Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak berdaya menolak dan menyanggah
alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang
kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka maka dalil dan alasan
yang usanglah yang mereka kemukakan iaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa
yang bapa-bapa dan nenek moyang mereka lakukan sejak turun-temurun dan
sesekali mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka
warisi.
Nabi
Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi untuk berdebat dan
bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak mahu menerima
keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu
berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mereka tidak akan menyimpang
daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim
menasihati mereka berkali-kali bahwa mereka dan bapa-bapa mereka keliru dan
tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis. Nabi Ibrahim kemudian merancang
akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka
lihat dengan mata kepala mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan
patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi mereka dan bahkan tidak
dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah
sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babilonia bahwa setiap
tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka
anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar kota di suatu
padang terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang
cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota
mereka kosong dan sunyi. Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar
keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci
itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura
sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khuatir
bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di
kalangan mereka bila ia turut serta.
"Inilah
dia kesempatan yang ku nantikan." kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat
kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali
suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik
ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju
tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru
kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat
peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang
berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:"Mengapa
kamu tidak makan makanan yang lezat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah
aku dan berkata-katalah kamu." Kemudian disepak, ditamparlah
patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang
berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu
yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat
dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota
dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur berantakan dan
menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu
kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: "Gerangan siapakah yang
telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan
persembahan mrk ini?" Berkata salah seorang diantara mrk:"Ada
kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan
kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani
ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:"Bahkan dialah
yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota
sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu."
Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yang tidak diragukan lagi
bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat
kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau
penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk.
Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut
agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di
mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan
memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan
secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya.
Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah
menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan
kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada
yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia
ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari
segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan
bagi sidang pengadilan itu.
Ketika
Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrudz yang akan mengadili ia disambut
oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat
gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani
menghancurkan persembahan mrk. Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja
Namrud:"Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan
tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim
menjawab:"Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang
melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang
menghancurkannya." Raja Namrudpun terdiam sejenak. Kemudian beliau
berkata:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap
dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?" Tibalah
masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas
pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja
Namrud itu:"Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu,
yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar,
tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong
dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan
kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berpikir dengan
akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang
hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang
menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di
atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan
persembahan kamu itu."
Setelah
selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja Namrud mencetuskan
keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas
perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para
hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:"Bakarlah ia
dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi
Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan
mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus dihukum dengan membakar
hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang telah dilakukan. Persiapan
bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh seluruh rakyat sedang
diaturkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan dan diadakan
pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk secara
gotong-royong harus mengambil bahagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia
dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mrk yang telah
dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah
para penduduk dari segala penjuru kota membawa kayu bakar sebagai sumbangan
dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di antara terdapat para wanita yang
hamil dan orang yang sakit yang membawa sumbangan kayu bakarnya dengan
harapan memperolehi barakah dari tuhan-tuhan mereka dengan menyembuhkan
penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala ia bersalin. Setelah
terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk upacara pembakaran dan
tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit, berduyun-duyunlah orang datang
untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri Nabi Ibrahim. Kayu lalu
dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat yang sedang berterbangan
di atasnya berjatuhan terbakar oleh panasnya wap yang ditimbulkan oleh api
yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim
diangkat ke atas sebuah gedung yang tinggi lalu dilemparkan ia kedalam
tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:"Hai
api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim."
Sejak
keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api
yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan
tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan
hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir
musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam
perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah
Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan
kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada
tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, hal mana merupakan
suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi
Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya
kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Orang
ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula mempersoalkan kepercayaan
kepada Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud sendiri iaitu Puteri
Razia mula mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu Puteri itupun
mengaku di hadapan khalayak ramai bahwa tuhan nabi Ibrahim a.s. adalah tuhan
yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan beliau yang mengarahkan
tenteranya untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun meluru ke arah api
yang besar itu lalu berkata "Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku".
Puteri Razia pun turut terselamat dari terbakar dan dalam api yang membara
itu kedengaran dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan derhaka puterinya
menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Sebaik sahaja puteri Razia
keluar dari api tersebut beliau serta tenteranya telah mengejarnya kedalam
hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi Ibrahim serta adik tirinya Sarah,
bapanya Azaar serta anak saudaranya Nabi Luth untuk melarikan diri. Raja
Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Razia tetapi puteri itu telah
hilang. Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati bahwa Nabi
Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud kian gelisah
karena rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu,
beliau berazam pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat
yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan
kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan
sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata
hati banyak daripada mereka untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan
dakwahnya, bahkan tidak kurang daripada mereka yang ingin menyatakan imannya
kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam
penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para
pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa
pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi Ibrahim.
Kisah
Nabi Ibrahim di dalam Al-Quran
Di
dalam Al-Quran, nama Ibrahin as, disebutkan 69 kali yang tersebar di 25
surat, yaitu pada QS. 2:124, 2:125, 2:126, 2:130, 2:131, 2:132, 2:135,
2:136, 2:140, 2:258, 2:260, 3:65, 3:67, 3:68, 3:84, 3:95, 3:97, 4:54, 4:125,
4:163, 6:74, 6:75, 6:76, 6:77, 6:78, 6:79, 6:80, 6:83, 6:161, 9:70, 9:114,
11:69, 11:70, 11:74, 11:75, 11:76, 12:6, 12:38, 14:35, 15:51, 16:120, 16:123,
19:41, 19:46, 19:58, 21:51, 21:60, 21:62, 21:69, 22:26, 22:43, 22:78, 26:69,
29:16, 29:31, 33:7, 37:83, 37:104, 37:109, 43:26, 51:24, 53:37, 57:26, 60:4,
78:19.
Pada
Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 51-56, Firman Allah SWT :
Dan
sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum
(Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika
Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang
kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati
bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu
dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab:
"Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu
termasuk orang-orang yang bermain-main?" Ibrahim berkata:
"Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah
menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas
yang demikian itu". (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 51-56)
Pada
Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 57-64, Firman Allah SWT :
Demi
Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu
sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu
hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung
yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata:
"Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami,
sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata:
"Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang
bernama Ibrahim ". Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia
dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan".
Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap
tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya
patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala
itu, jika mereka dapat berbicara". Maka mereka telah kembali kepada kesadaran
dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang
menganiaya (diri sendiri)", (QS. Al-Anbiyaa' [21] : ayat 57-64)
Pada
Surat Al-Anbiyaa' [21] : ayat 65-72, Firman Allah SWT :
kemudian
kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai
Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat
berbicara." Ibrahim berkata: Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah
sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi
mudharat kepada kamu?" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah
selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami? Mereka berkata: "Bakarlah
dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak
bertindak". Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi
keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap
Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Dan
Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah
memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepada-nya
(Ibrahim) lshak dan Yakub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan
masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. (QS. Al-Anbiyaa' [21] :
ayat 65-72)
Pada
Surat Al-An'aam [6] : ayat 74-78, Firman Allah SWT :
Dan
(ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, "Pantaskah
kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat
kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata." Dan demikianlah Kami
perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di
langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang
yakin. Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia
berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia
berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala
dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah
Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia
berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan
bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia
berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal sesungguhnya
Allah telah memberi petunjuk kepadaku". Dan aku tidak takut kepada
(malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah,
kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu.
Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya)?" Bagaimana aku takut kepada
sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak
mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak
menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukanNya. Maka manakah di antara
dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka),
jika kamu mengetahui?. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan
dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'aam [6]
: ayat 74-82)
Pada
Surat Asy-Syu'araa' [26] : ayat 69-82, Firman Allah SWT :
Dan
bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan
kaumnya: "Apakah yang kamu sembah?" Mereka menjawab: "Kami
menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya".
Berkata Ibrahim: "Apakah berhala-berhala itu mendengar (do'a)mu sewaktu
kamu berdoa (kepadanya)?, atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu
atau memberi mudharat?" Mereka menjawab: "(Bukan karena itu)
sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian". Ibrahim
berkata: "Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu
sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, karena sesungguhnya apa yang
kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta Alam, (yaitu Tuhan)
Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang
Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang
menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari
kiamat". (QS. Asy-Syu'araa' [26] : ayat 69-82)
Pada
Surat Asy-Syu'araa' [26] : ayat 83-89, Firman Allah SWT :
(Ibrahim
berdoa): "Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke
dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang
baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk
orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah
bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang
sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, (QS. Asy-Syu'araa'
[26] : ayat 83-89)
Pada
Surat Ibraahiim [14] : ayat 35-41, Firman Allah SWT :
Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini
(Mekkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada
menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang
mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka
mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada
mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami
sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang
tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail
dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan)
do'a. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku. Ya Tuhan kami, beri
ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari
terjadinya hisab (hari kiamat)". (QS. Ibraahiim [14] : ayat 35-41)
Pada
Surat Huud [11] : ayat 69-76, Firman Allah SWT :
Dan
sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada
lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan:
"Selamat." Ibrahim menjawab: "Selamatlah," maka tidak
lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka
tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh
perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata:
"Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang
diutus kepada kaum Luth." Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia
tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran)
Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Yakub. Isterinya berkata:
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah
seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?.
Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." Para malaikat itu
berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah)
rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait!
Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." Maka tatkala rasa
takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, diapun
bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya
Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali
kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah
datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab
yang tidak dapat ditolak. (QS. Huud [11] : ayat 69-76)
- Sami bin Abdullah bin Ahmad
al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai
Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira
Jakarta, 2008.
- Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas
Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an
secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira
Jakarta, 2008.
- Ibnu Katsir, Qishashul
Anbiyaa', hlm 24.
- Ibnu Asakir, Mukhtashar
Taarikh Damasyaqa, IV/224.
- ats-Tsa'labi, Qishashul
Anbiyaa' (al-Araa'is), hlm 36.
- Tim DISBINTALAD (Drs. A.
Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran
Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
- Departemen Agama RI, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah
Per-Kata, Syaamil International, 2007.
- alquran.bahagia.us,
keislaman.com, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland
Ganesha, 2008.
- Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, Mutiara
Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
- Al-Hafizh Zaki Al-Din 'Abd
Al-'Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab
Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
- M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan
Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma'arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta,
2008.
- Al-Bayan, Shahih Bukhari
Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
- Muhammad Nasib Ar-Rifa'i, Kemudahan
dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma'arif,
Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar