Santet Dalam
Prosfektif Islam
Oleh : drs.HM.SAKTI RANGKUTI,MA.
Kita tidak menafikkan dizaman teknologi serba canggih dan kehidupan modern dewasa ini kejahatan sihir santet, teluh, guna-guna masih berkembang di Indonesia, tidak terkecuali juga di daerah perkotaan, desa dan pedalaman-pedalam di negeri yang kita yang kita cintai ini. Banyak penyakit yang ditimbulan akibat guna-guna tidak bisa dibuktikan dengan cara medis, sementara untuk memastikan santet dengan bantuan orang pintar dan secara hukum positif kejahatan santet tidak bisa dibuktikan sehingga polisi tidak bisa menidak dan menangkap pelaku santet. Hal ini yang menyebabkan aksi massa sering terjadi.
Dari
sisi sejarah tidak bisa dipastikan kapan awal mula datang dan berkembangnya
santet itu. Namun sebagian para pakar berpendapat santet mulai berkembang pada
zaman mesir kono terutama di daerah Babylonia. Santet itu pada mulanya mulai dipraktekkan adalah untuk pengobatan dan
sebagian menggunakan untuk mengadu ilmu sihir. Namun terlepas dari
praktek perdukunan dan santet sangat berbahaya bagi umat Islam,
haram hukumnya bagi umat Islam melanggar atau melangkahi kuasa Allah SWT.
Membuat penderitaan atau kematian pada orang lain hal ini adalah
perbuatan dosa besar, menyantet adalah perbuatan syirik, dan termasuk dosa
paling besar karena telah melakukan penyekutuan terhadap Allah SWT.
Sebagaimana
disebutkan dalam Firman Allah SWT:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman
itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir),
hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di
negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu)
kepada seorang pun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan
(bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua
malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang
(suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat
dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka
mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat.
Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya
(kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat
jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka
mengetahui.( Al-Baqarah ayat 102)
Sementara
itu banyak hadist Rasul yang mengungkapkan tentang hal santet tersebut:
“Siapa yang datang kepada paranormal, kemudian
bertanya tentang sesuatu dan membenarkan/meyakini apa yang dikatakannya, maka
tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.”(HR. Bukhari)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS 4:48)
Sihir
merupakan sesuatu yang sangat dilarang karena semua yang berhubungan dengan
sihir dikategorikan sebagai perbuatan syirik. Pelaku yang menekuni sihir
(dukun/para normal/”orang pintar”) maupun orang yang datang untuk meminta
bantuan ke “ahli’ sihir adalah tergolong orang musyrik. Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik jika terbawa mati.
Terkait
tafsir Al-Baqarah ayat 102. Para mufassir berpendapat bahwa pada intinya
penyelewengan yang dilakukan oleh syaithan, dengan mengklaim bahwa dia
mengajari Nabi Sulaiman AS terhadapa ilmu sihir, sehingga Nabi Sulaiman menjadi
sangat sukses. Ilmu yang dikuasai syaithan tersebut adalah ilmu sihir yang
dapat menyebabkan “pasangan suami isteri menjadi cerai”.
Dari
di Babylon, ilmu santet terus berkembang terus diajarkan dari generasi ke
generasi berikutnya hingga kesuluruh dunia dan termasuk juga di Indonesia.
Namun selaku muslim yang beriman kita tidak perlu takut dengan pengaruh santet
atau guna-guna. Kita hanya berserah diri pada Allah SWT dan hanya kepada-NYAlah
kita meminta pertolongangan. Kita berharap kedepan tidak ada aksi main
hakim sendiri apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain yang sangat
dimurkai Allah.
Syariat Islam melarang terhadap pembunuhan
Islam mengharamkan setiap aksi pembunuhan dilakukan dalam bentuk apapun baik dengan sengaja atau tidak, terkecuali dalam keadaan perang, meskipun begitu perempuan dan anak-anak tidak boleh dibunuh, dalam hal ini penulis akan mengutip beberapa dalil Al-quran yang menjelaskan terkait dengan pembunuhan :
Misalnya
firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang
mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa : 92)
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS An-Nisaa : 29).
Sementara
ganjaran bagi orang yang melakukan pembunuhan sangat berat hukumnya, kecuali
sikeluarga korban dapat memaafkanya.
“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)
Namun
jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan
memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua
pilihan lagi, meminta diyat (tebusan) atau memaafkan/menyedekahkan.
“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari
saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan
cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)
Diyat
untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya
dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki,
1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang
perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar =
4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham =
2,975 gram perak), (Al-Maliki, 1990: 113).
Kententuan
pemberian diyat sebagai ganti rugi, sangat mustahil bisa dipenuhi karana sangat
besar nilainya, oleh karenanya pelaku pembunuhan baik yang melakukan, yang
menyuruh melakukan dan membiarkan aksi pembunuhan sama hukumnya dimata Allah
SWT.
Hendaknya
ini menjadi pelajaran berharga karena sederetan aksi pembunuhan di Indonesia
sangat sadis, tampa mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini disebabkan karena
watak sebahagian orang Indonesia yang dikenal keras atau sebab lainnya.
Wallahu
a’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar