HADITS TENTANG PENDIDIKAN
OLEH : DRS.HM.SAKTI RANGKUTI,MA.
GURU AGAMA ISLAM SMAN 1 GALANG KABUPATEN DELI
SERDANG
A. HADITS
حَدَّثَنَا
الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ
بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا
عَامِلِينَ (رواه
أبو داود)[1]
Artinya :
Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari
Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda :
“Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta yang
sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang mati masih kecil?” Nabi
menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang ia kerjakan”. (H.R.
Abu Dawud)
|
|
B. KANDUNGAN HADITS
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci
tanpa dosa, dan apabila anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan
itu adalah dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya tentang
sesuatu hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk yang harus
ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam pedndidikan yang
baik dan benar.
Dalam proses pendidikkan anak ini, adakalanya
orang tua bersikap keras dalam mendidik anak. Contohnya, pada umur tujuh tahun
orang tua mengingatkan anaknya untuk melakukan sholat dan pada saat umur
sepuluh tahun, orang tua boleh memukulnya ketika sianak tersebut tidak
mengerjakan sholat.
Ketika anak tersebut oleh orang tuanya dijadikan
seorang muslim maka anak tersebut harus menjalankan kewajiban-kewajibannya
sebagai seorang muslim. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya
seperti firman Allah SWT.
“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu- bapaknya”. (Q.S Al-ankabuut).
Alangkah tepat andai firman Allah tersebut kita
baca berulang-ulang dan kita renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan
mengaruniakan cahaya hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk
mengoreksi diri dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa
besarkah kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai
mengabaikan orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat
banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita sendiri
mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan nilai yang
pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau tahajudnya mereka tak pernah
lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita anak-anaknya.
Tetapi, berapa kalikah dalam sehari semalam kita
mendoakannya? Shalat saja kita sering telat dan tidak khusyuk Rasulullah SAW
menempatkan ibu “tiga tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada
keduanya. Betapa tidak, sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan
pengorbanan mereka untuk kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan.
Orang bijak mengatakan, “Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari
tubuh tidak akan pernah bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.”
Jadi orang tua itu berperan penuh dalam proses
mendidik anaknya, apabila anak itu sampai tidak mengenal agama (mengenal Allah)
maka itu merupakan kelalaian orang tua.
C. HUBUNGAN DENGAN AYAT AL-QUR’AN
Hadits tentang pendidikan keluarga di atas berhubungan dengan ayat
Al-Qur’an surat Al-Ahqaf 15-16 yang Artinya :
15. Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai;
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.
16. Mereka Itulah
orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang Telah mereka
kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni
surga, sebagai janji yang benar yang Telah dijanjikan kepada mereka. ( Q.S. Al-Ahqaf 15-16 ).
Dalam ayat di atas di terangkan perintah Allah
pada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya yang telah membesarkan
dan memeliharanya dengan susah payah, anak yang baik adalah di samping dia
beribadah kepada allah ia juga selalu berbakti dan berdoa kepada Allah
agar kedua orang tuanya itu selalu mendapat rahmat dan karunia-Nya. Anak yang
demikian itu termasuk calon penghuni surga nanti.[8]
Allah mengingatkan kepada kita, bahwa kesusahan
ibu dalam mengandung dan kesusahan ibu dalam melahirkan! Kita semua melihat
sendiri kesusahan itu. Seorang ibu menderita karena mengandung. karena
melahirkan. Namun kesusah payahan menambah erat cintanya. Bahkan bukan sedikit
seorang ibu yang subur. Melahirkan tahun ini, menyusukan tahun depan.
Melahirkan tahun yang satu lagi dan menyusukan pula sesudah itu. Sehingga tahun
ini beranak tahun depan menyusukan. Kian lama anak kian banyak. Namun badan
kian lama kian lemah dan kasih sayang kepada anak tidak berkurang. Karena
memiliki anak adalah dambaan dari bapak maupun ibu.[9]
Di riwayatkan bahwa ayat ini di turunkan berhubungan
dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq, beliau termasuk orang yang beruntung karena
beliau sendiri termasuk sahabat Nabi yang paling dekat, putri beliau isteri
Rasulullah, kedua orang orang tuanya yaitu Abu Quhafah Ummul Khoir binti Saqar
bin Amir te1ah masuk islam, demikian pula anak beliau yang lain dan
saudara–saudaranya , beliau bertaubat bersyukur dan berdoa kepada Allah SWT
karena memperoleh nikmat yang tiada tara.[10]
Allah memerintahkan agar semua manusia berbuat
Ihsan kepada kedua orang tuanya, baik waktu hidup maupun setelah meninggal
dunia nanti, berbut ihsan adalah melakukan perbuatan yang baik sesuai yang di
perintahkan agama, berbuat ihsan pada orang tua adalah menghormati, memelihara,
dan memberi nafkah kepedanya apabila dia sudah tidak punya penghasilan lagi,
sedangkan berbuat ihsan kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal dunia
ialah selalu mendoakannya kepada Allah agar diampuni segala dosanya. Berbuat
ihsan pada orang tua termasuk amal yang tinggi nilainya di sisi Allah,
sedangkan durhaka padanya termasuk perbuatan dosa besar.[11]
Anak merupakan sambungan hidup bagi kedua orang
tuanya, cita-cita atau perbuatan yang tidak dapat dilakukan semasa hidupnya,
diharapkan anaknya nanti yang melanjutkannya sekalipun ia telah meninggal
dunia, karena itu anak juga merupakan harapan orang tuanya, bukan saja harapan
sewaktu dia hidup tetapi juga harapan setelah ia meninggal dunia. Dalam hadist
nabi saw diterangkan bahwa diantara amal yang tidak akan terputus-putus
pahalanya diterima oleh manusia sekalipun yang telah meninggal dunia nanti
ialah amal ibadah, dan do’a dari anak-anaknya yang sholeh yang selalu
membutuhkannya.[12]
Setiap orang mukmin di perintahkan untuk
berbakti kepeda kedua orang tuanya dan mensyukuri nikmat Allah yang diberikan
kepadanya maupun kepada ibu bapaknya dan agar ia senantiasa melakukan amal
shaleh dan menshalehkan anak cucunya.[13]
D. HUBUNGAN DENGAN HADITS LAIN
Hadits tentang pendidikan keluarga di atas berhubungan dengan
hadist yang termaktub dalam kitab hadits Imam Bukhori, yaitu :
قَالَ عبد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ
قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ. (رواه البخاري).[14]
Artinya : Dari Abdullah Bin amr r.a. berkata : seorang
dating kepada nabi saw. Minta izin untuk berjihad. Maka ditanya oleh nabi saw.:
apakah ayah ibumu masih hidup? Jawabnya: ya. Sabda nabi saw. : didalam melayani
keduanya itulah kamu berjihad.(H.R. Bukhori)
E. HUBUNGAN DENGAN REALITAS SOSIAL
Hubungan hadist tentang pendidikan keluarga dengan realita sosial
seperti contoh berikut:
1.Ibu mengandung anak dalam keadaan penuh cobaan
dan penderitaan, semua dirasakan kandungan itu agak ringan, sekalipun telah
mulai timbul perubahan dalam dirinya, sepeti makan tidak enak, perasan gelisah
dan sebagainya, sermakin lama kandugan itu, semakin basar pula cobaan yang
dikandung ibu sampai saat ia melahirkan, hampir cobaan itu tidak tertangguhkan
lagi, serasa akan terputus nyawa yang dikandung badan.
2.Setelah anak lahir ibu memelihara dan
meyusuinya masa mengandung dan menyusui itu 30 bulan, ayat Al-Qur’an
menerangkan bahwa masa menyusui yang
paling sempurna 2 tahun.
3.Ibulah yang paling banyak berhubungan dengan
anak dalam memelihara dan mendidiknya sampai anaknya sanggup berdiri sendiri,
sejak dari memandikan, membersihkan pakaian, dan menyiapkan makanan.
F. KISAH LUMQAN HAKIM DALAM MENDIDIK
ANAKNYA.
Luqman Hakim adalah seorang tukang kayu berkulit
hitam, dia adalah penduduk Mesir yang hidupnya sederhana. Allah telah
memberinya hikmah dengan menganugerahkan kenabian kepadanyaÈ.[15]
. spyJõ3Ïtø:ا (Al-Hilmah)
artinya kebijaksanaan dan kecerdikan, dan banyak perkataan bijak dari Luqman
antara lain perkataan kepada anak lelakinya, yaitu:[16]
Pertama, ”Hai anakku,
sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusia
yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah perahumu didunia bertakwa kepada
Allah. Barang kali saja kamu dapat selamat, tapi aku yakin kamu dapat selamat”.
Kedua, Dan perkataan luqman yang lain, “ Barang siapa yang
menasihatinya dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat pemeliharaan dari
Allah. Dan barang siapa yang dapat menyadarkan orang-orang lainakan dirinya
sendiri, niscaya Allah akan menambahkan kemuliaan baginya karena hal tersebut.
Hina dalam rangka taat kepada Allah lebih baik dari pada membanggakan diri pada
kemaksiatan.
Ketiga, Dan perkataannya yang lain, yaitu, “Hai anakku, janganlah
engkau bersikap manis, karena engkau pasti ditelan, dan jangan engkau bersikap
terlalu pahit karena engkau pasti akan dimuntahkan.
Keempat, Dan perkataannya lagi, yaitu, “Hai anakku, jika kamu hendak
menjadikan seseorang menjadi teman (saudaramu), maka buatlah dia marah kepadamu
terlebih dahulu, maka apabila ia bersikap pemaaf terhadap dirimu ia tidak
marah, maka persaudarakannlah ia, dan apabila ia tidak mau memaafkanmu maka
hati-hatilah terhadap dirinya.
Dalam Alqur’an Surat Luqman ayat 13-19, Luqman
Hakim juga menasehati anaknya, yaitu:[17]
1. Janganlah kamu menyekutukan Allah, karena
menyekutukan Allah adalah dosa yang besar.
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu
ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.
2. Berbuat baiklah kepada ibu dan bapak,
karena ibu telah mengandungmu dalam keadaan yang lemah dan semakin lemah, dan
menyusuimu dalam waktu yang cukup lama.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah
anak berumur dua tahun.
3. Dan jika kedua orang tuamu memaksamu
untuk mempersekutukan Allah, maka jangan kamu turuti. Dan ajaklah mereka kembali
kejalan yang benar.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
4. Sekecil apapun perbuatan amal yang telah
kamu lakukan, maka Allah akan membalasnya.
16. (Luqman berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus[1181] lagi Maha mengetahui.
[1181] Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu
meliputi segalasesuatu bagaimana kecilnya.
5. Dirikanlah Shalat, kerjakanlah yang
baik, hindari dan cegahlah perbuatan yang munkar dan bersabarlah atas ujian
yang menimpamu.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah).
-Janganlah sombong dan
jangan angkuh, karena Allah swt. tidak menyukai hal tersebut.
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
7. ketika kamu berjalan, janganlah
terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat, dan janganlah kamu
berbicaradengan suara yang keras
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
G. KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK.
Bukan saja sang anak, orang tua pun mempunyai kewajiban terhadap
anak yang harus ditunaikan. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah
wujud aktualitas hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua. Kewajiban
orang tua tersebut adalah sebagai berikut: [18]
1) Anak
mempunyai hak untuk hidup.
2) Menyusui.
3) Memberi
Nama yang Baik.
4) Mengaqiqahkan
Anak.
5) Mendidik anak.
6) Memberi
makan dan keperluan lainnya.
7) Memberi
rizqi yang ‘thayyib’.
8) Mendidik
anak tentang agama.
9) Mendidik
anak untuk sholat.
10) Menyediakan
tempat tidur terpisah antara laki laki dan perempuan.
11) Mendidik
anak tentang adab yang baik.
|
12) Memberi
pengajaran dengan pelajaran yang baik;
13) Memberi
pengajaran Al Quraan.
14) Memberikan
pendidikan dan pengajaran baca tulis .
15) Memberikan
perawatan dan pendidikan kesehatan.
16) Memberikan
pengajaran ketrampilan.
17) Memberikan
kepada anak tempat yang baik dalam hati orang tua.
18) Memberi
kasih sayang.
19) Menikahkannya.
20) Mengarahkan
anak.
|
H. KISAH KASIH SAYANG ORANG TUA KEPADA KITA.
Kasih Sayang Orang Tua kepada kita sebagai mana
Kisah Pohon Apel dan Seorang Anak Laki – Laki sebagai berikut: [19]
Ada seorang anak kecil laki-laki yang setiap harinya bermain
dengan pohon apel. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar
dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia
mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,“ pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi, “ jawab
anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk
membelinya.“
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi
kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang
untuk membeli mainan kegemaranmu.
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel
yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak
lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi,“ kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk
tempat tinggal. Maukah kau menolongku?“
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang
semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,“ kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua daan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon
apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi deganku,“ kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu.
“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur
dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?“
“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar
dan bersenang-senanglah.“
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon
apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak
pernah lagi datang menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang
lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.“
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah
apelmu,“ jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,“
kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,“ jawab anak lelaki
itu.
“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan
padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,“ kata
pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,“ kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah
setelah sekian lama meninggalkanmu.“
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah
tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di
pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.“ Anak lelaki itu
berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan
tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel
itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan
ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya
datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu
ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita
bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat
kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
KESIMPULAN
Anak yang terlahir kedunia atas kehendak Alloh, dan Alloh juga
menjadikan agama anak tersebut atas fitrohnya (islam). Adapun pendidikan anak
tersebut diserahkan pada orang tua, karena anak itu merupakan titipan Alloh
yang harus kita bimbing supaya selamat dunia akherat.
Dan kita sebagai anak seyogyanya harus berbakti kepada orang tua.
Karena berbakti kepada orang tua adalah sesuai dengan Firman Alloh:
dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu- bapaknya. (Q.S Al-ankabuut).
Dan perintah berbakti pada orangtua itu tidak
hanya ketika mereka masih hidup saja, tetapi ketika orang tua sudah meninggal
kita harus mendoakannya. Itu juga merupakan wujud bakti kita kepada orang tua.
Daftar pustaka
Abi Toyyib Muhammad Samsul Haqq al-Adzim Abadi ‘Aunu
al- Ma’bud (Beirut : Dar al-Fikri, 1399H / 1979M)
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi (Semarang:PT. Karya Toha Putra, 1992).
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah
Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra1987).
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhori
dalam Sahihnya, Kitabu Al-Jihad babAl-jihad bi idnil
abawaini (Beirut:Dar al- Fikri, 1415 H./1995 M.).
Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats as-Sajastani
dalam Sunannya Kitab As-Sunnahbab fi
Diroril Musyrikin (Beirut:Darul Fikri, 1414 H.)
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji
Mas 1982).
http://lantabur.tv, kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
http://uripsantoso.wordpress.com kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
Shihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Hajar Astqalani, Tahdzibu
al- Tahdzib, (Beirut: Darul Fiqri, cetakan ke satu, 1995
M.)
Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990.
[1] Diriwayatkan
oleh Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats as-Sajastani dalamSunannya Kitab As-Sunnah bab fi Diroril Musyrikin (Beirut:Darul Fikri, 1414 H.) jilid 4, hal. 240.
[2] Shihab
Ad-Din Ahmad bin Ali bin Hajar Astqalani, Tahdzibu al- Tahdzib,(Beirut: Darul Fiqri, cetakan ke
satu, 1995 M.), juz 10 hlm. 294-295.
[7] Abi
Toyyib Muhammad Samsul Haqq al-Adzim Abadi ‘Aunu al- Ma’bud (Beirut : Dar al-Fikri, 1399H / 1979M) juz 12 hal. 487-489
[13] Ahmad
Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra1987), Jus26, hlm32.
[14] Diriwayatkan
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhori dalam Sahihnya,Kitabu Al-Jihad bab Al-jihad bi idnil abawaini (Beirut:Dar al- Fikri, 1415 H./1995 M.) jilid
2, hal. 199.
[15]Ahmad
Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang:PT. Karya Toha Putra, 1992)juz 21, hlm145.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar