HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM
OLEH : DR.YUSUF AL QARDOWIY.
EDITOR : DRS.HM.SAKTI
RANGKUTI,MA
Ada
beberapa macam permainan dan seni hiburan yang disyariatkan Rasulullah s.a.w,
untuk kaum muslimin, guna memberikan kegembiraan dan hiburan mereka. Di mana
hiburan itu sendiri dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi ibadah dan
melaksanakan kewajiban dan lebih banyak mendatangkan ketangkasan dan
keinginan.
Hiburan-hiburan
tersebut kebanyakannya bentuk suatu latihan yang dapat mendidik mereka kepada
manusia berjiwa kuat, dan mempersiapkan mereka untuk maju ke medan jihad fi
sabilillah.
Di
antara hiburan-hiburan itu ialah sebagai berikut:
Para
sahabat dulu biasa mengadakan perlombaan lari cepat, sedang Nabi sendiri
membolehkannya. Ali adalah salah seorang yang paling cepat.
Rasulullah
s.a.w. sendiri mengadakan pertandingan dengan isterinya guna memberikan
pendidikan kesederhanaan dan kesegaran serta mengajar kepada
sahabat-sahabatnya.
Aisyah
mengatakan:
"Rasulullah bertanding dengan
saya dan saya menang. Kemudian saya berhenti, sehingga ketika badan saya
menjadi gemuk, Rasulullah bertanding lagi dengan saya dan ia menang, kemudian
ia bersabda: Kemenangan ini untuk kemenangan itu." (Riwayat Ahmad dan
Abu Daud); yakni seri.
Rasulullah s.a.w. pernah gulat
dengan seorang laki-laki yang terkenal kuatnya, namanya Rukanah. Permainan
ini dilakukan beberapa kali. (Riwayat Abu Daud).
Dalam
satu riwayat dikatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w.
gulat dengan Rukanah yang terkenal kuatnya itu, kemudian ia berkata: domba
lawan domba. Kemudian Nabi bergulat, dan ia berkata: berjanjilah dengan saya.
untuk lain kali lagi, lantas Nabi bergulat, dan ia berkata: berjanjilah
dengan saya, lantas Nabi bergulat untuk ketiga kalinya. Lantas seorang
laki-laki itu bertanya: Apa yang harus saya katakan kepada keluargaku? Nabi
menjawab: Katakan "domba telah dimakan oleh serigala, dan larilah
domba." Kemudian apa pula yang aku katakan untuk yang ketiga? Nabi menjawab:
Kami tidak dapat mengalahkan kamu untuk bergulat dengan kamu dan untuk
mengalahkan kamu, karena itu ambillah hadiahmu."
Dari
hadis ini ahli-ahli fiqih beristimbat hukum tentang dibenarkannya
pertandingan lari cepat, baik dia itu dilakukan antara laki-laki dengan
laki-laki atau antara laki-laki dengan perempuan mahramnya atau dengan
isteri-isterinya.
Dari
hadis-hadis itu pula ulama fiqih berpendapat bahwa pertandingan lari cepat,
gulat dan sebagainya tidak menghilangkan kekhusyukan, kehormatan, pengetahuan,
keutamaan dan lanjutnya umur. Sebab Rasulullah s.a.w. sendiri waktu bergulat
dengan Aisyah sudah berumur di atas 50 tahun.
Di
antara hiburan yang dibenarkan oleh syara' ialah bermain memanah dan
perang-perangan. Sebab di satu saat Nabi pernah berjalan-jalan menjumpai
sekelompok sahabatnya yang sedang mengadakan pertandingan memanah, maka waktu
itu Rasulullah s.a.w. memberikan dorongan kepada mereka dengan sabdanya:
"Lemparkanlah panahmu itu,
saya bersama kamu." (Riwayat Bukhari)
Pertandingan
lempar panah itu bukan sekedar hobby atau sekedar bermain-main saja, tetapi
salah satu bentuk daripada mempersiapkan kekuatan sebagai yang diperintah
Allah dalam firmanNya:
"Dan bersiap-siaplah kamu
untuk menghadapi mereka (musuh) dengan kekuatan yang kamu sanggup."
Dalam
menafsirkan ayat ini Rasulullah bersabda:
"Ketahuilah! Bahwa yang
dimaksud 'kekuatan' itu ialah memanah - beliau ucapkan kata-kata itu tiga
kali." (Riwayat Muslim)
Dan
sabdanya pula:
"Kamu harus belajar memanah
karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu." (Riwayat Bazzar,
dan Thabarani dengan sanad yang baik)
Namun
begitu, Rasulullah s.a.w. memperingatkan para pemain agar tidak menjadikan
binatang-binatang jinak dan sebagainya sebagai sasaran latihannya,
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab jahiliah.
Abdullah
bin Umar pernah melihat sekelompok manusia yang sedang berbuat demikian,
kemudian Ibnu Umar mengatakan:
"Sesungguhnya Rasulullah
s.a.w. melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran
memanah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dilarangnya
permainan seperti itu karena terdapat unsur-unsur penyiksaan terhadap
binatang dan merenggut jiwa binatang serta memungkinkan untuk membuang-buang
harta, Tidak benar kalau permainan manusia itu dengan mengorbankan makhluk
hidup yang lain.
Justru
itu pula Rasulullah s.a.w. melarang mengadu binatang26 seperti yang dilakukan
orang-orang Arab dahulu, yaitu mereka membawa dua ekor domba atau sapi
kemudian diadu sampai mati atau hampir mati. Lantas mereka senang dan
tertawa.
Para
ulama berkata: "Bahwa prinsip dilarangnya mengadu binatang, karena
terdapatnya unsur menyakiti dan melumpuhkan binatang tanpa faedah, tetapi
hanya sekedar bermain-main."
Yang
sama dengan permainan memanah, ialah main anggar.
Dalam
hal ini Rasulullah s.a.w. telah memberi perkenan kepada orang-orang Habasyah
(Ethiopia) bermain anggar di dalam Masjid Nabawi, dan ia pun memberi perkenan
pula kepada Aisyah untuk menyaksikan permainan itu. Dan kepada para pemain
Rasulullah mengatakan:
"Karena kamu (kami melihat),
hai bani Arfidah."
Panggilan
Bani Arfidah adalah suatu julukan yang biasa dipergunakan orang-orang Arab
untuk memanggil penduduk Habasyah.
Umar,
karena wataknya tidak suka bermain-main, maka dia bermaksud akan melarang
orang-orang Habasyah yang sedang bermain itu, tetapi kemudian dilarang oleh
Nabi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata:
"Ketika orang-orang Habasyah
sedang bermain anggar dihadapan Nabi, tiba-tiba Umar masuk, kemudian
mengambil kerikil dan melemparkannya kepada mereka. Kemudian Rasulullah
s.a.w. berkata kepada Umar.--biarkanlah mereka itu, hai Umar." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Ini
merupakan suatu kelapangan dari Rasulullah s.a.w. dengan mengizinkan
permainan seperti ini dilakukan di Masjidnya yang mulia itu, agar di dalam
masjid dapat dipadukan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi; dan sebagai
suatu pendidikan buat kaum muslimin, agar mereka suka bekerja di waktu
bekerja dan bermain-main di waktu main-main. Di samping itu, bahwa permainan
semacam ini bukan sekedar bermain-main saja, tetapi suatu permainan yang
bermotif latihan.
Para
ulama berkata setelah membawakan hadis ini sebagai berikut: "Bahwa
masjid dibuat adalah demi kepentingan urusan kaum muslimin. Oleh karena itu
apa saja yang kiranya bermanfaat untuk agama dan manusia, maka bolehlah
dikerjakan di masjid."
Kiranya
kaum muslimin di zaman-zaman terakhir ini mau memperhatikan, mengapa
masjid-masjid mereka itu dikosongkan dari jiwa hidup dan kekuatan, dan
dibiarkan sebagai tempat orang-orang apatis.
Pengarahan
Nabi dalam mendidik dan memberikan hiburan hati isteri-isterinya, yaitu
dengan memperkenankan permainan yang mubah seperti itu. Sehingga kata Aisyah:
"Sungguh saya saksikan Nabi
membatas saya dengan selendangnya, sedang saya melihat orang-orang Habasyah
itu bermain di dalam masjid, sehingga saya sendiri yang merasa bosan. Mereka
itu lincah selincah gadis muda belia yang masih suka bermain." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Aisyah
juga berkata:
"Saya pernah bermain-main
dengan boneka perempuan di rumah Rasulullah s.a.w., bersama kawan-kawan saya
perempuan yang juga bermain-main dengan saya; dan tatkala Rasulullah s.a.w.
masuk, mereka itu bersembunyi, tetapi Rasulullah s.a.w. senang melihat mereka
itu bersamaku, kemudian mereka bermain-main bersamaku lagi." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Allah
s.w.t. berfirman:
"Kuda, keledai dan himar
adalah supaya kamu naiki dan sebagai perhiasan." (an-Nahl: 8)
Dan
bersabda Rasulullah s.a.w.:
"Kuda itu diikat jambulnya
untuk kebaikan." (Riwayat Bukhari)
Dan
sabdanya pula:
"Lemparkanlah (panah) dan
tunggangilah (kuda)." (Riwayat Muslim)
Dan
sabdanya lagi:
"Tiap-tiap sesuatu yang bukan
zikrullah berarti permainan dan kelalaian, kecuali empat perkara: (1) Seorang
laki-laki berjalan antara dua sasaran (untuk memanah). (2) Seorang yang
mendidik kudanya. (3) Bermain-mainnya seseorang dengan isterinya. (4) Belajar
berenang." (Riwayat Thabarani)
Dan
berkatalah Umar:
"Ajarlah anak-anakmu berenang
dan memanah; dan perintahlah mereka supaya melompat di atas punggung
kuda."
Ibnu
Umar meriwayatkan.
"Sesungguhnya Rasulullah
s.a.w. pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada
pemerangnya." (Riwayat Ahmad)
Semua
ini sebagai dorongan Nabi terhadap masalah pacuan kuda. Sebab berpacu kuda
sebagaimana kami katakan di atas, adalah permainan, olahraga juga suatu
latihan.
Anas
pernah ditanya: apakah kamu pernah bertaruh di zaman Rasulullah s.a.w.?
Apakah Rasulullah s.a.w. sendiri juga pernah bertaruh? Maka jawab Anas:
"Ya! Demi Allah, sungguh ia
(Rasulullah s.a.w.) pernah bertaruh terhadap suatu kuda yang disebut sabhah
(kuda pacuan), maka dia dapat mengalahkan orang lain, ia sangat tangkas dalam
hal itu dan mengherankannya." (Riwayat Ahmad)
Taruhan
yang dibenarkan, atau yang dimaksud di sini ialah suatu upah (hadiah) yang
dikumpulkan bukan dari orang-orang yang berpacu saja atau dari salah satunya
saja, tetapi dari orang-orang lainnya.
Adapun
hadiah yang dikumpulkan dari masing-masing yang berpacu, kemudian siapa yang
unggul itulah yang mengambilnya, maka hadiah semacam itu termasuk judi yang
dilarang. Dan Nabi sendiri menamakan pacuan kuda semacam ini, yakni yang
disediakan untuk berjudi, dinamakan Kuda Syaitan. Harganya adalah haram,
makanannya haram dan menungganginya pun haram juga. (Riwayat Ahmad).
Dan
ia bersabda:
"Kuda itu ada tiga macam:
kuda Allah, kuda manusia dan kuda syaitan. Adapun kuda Allah ialah kuda yang
disediakan untuk berperang di jalan Allah, maka makanannya, kotorannya,
kencingnya dan apanya saja - mempunyai beberapa kebaikan. Adapun kuda
syaitan, yaitu kuda yang dipakai untuk berjudi atau untuk dibuat pertaruhan,
dan adapun kuda manusia, yaitu kuda yang diikat oleh manusia, ia mengharapkan
perutnya (hasilnya), sebagai usaha untuk menutupi kebutuhannya. (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar