Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Pak
Ustadz, ana punya teman, membangun rumah dengan cara pinjam uang di bank,
pengembaliannya itu dengan cicilan yang berbunga. Yang ingin saya tanyakan,
bagaimana hukumnya menurut Islam, halal atau haram? Syukron.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Pembahasan
mengenai hukum bunga bank sangat berkaitan dengan pembahasan tentang riba
dalam Islam. Pada prinsipnya, para ulama sepakat bahwa hukum riba adalah
haram, sesuai dengan firman Allah swt. dalam QS. Al-Baqarah (2): 275: ”Dan
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Hanya
saja, para ulama berbeda pendapat apakah bunga bank termasuk riba yang
diharamkan tersebut ataukah tidak? Munculnya perbedaan pendapat tersebut
disebabkan karena sistem perekonomian perbankan belum ada pada zaman dulu,
apalagi pada zaman Rasulullah saw.. Bahkan, pembahasan tentang bunga bank itu
sendiri baru dapat ditemukan dalam literatur-literatur fiqih kontemporer.
Wahbah
az-Zuhali, seorang pakar fiqih asal Syria, berpendapat bahwa bunga bank
termasuk riba yang diharamkan oleh Islam. Wahbah az-Zuhaili mengatagorikan
bunga bank sebagai riba an-nasii`ah karena –menurutnya- bunga bank itu
mengandung unsur kelebihan uang tanpa imbalan dari pihak penerima, dengan
menggunakan tenggang waktu.
Pendapat
serupa juga disampaikan oleh Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, Kairo. Para
ulama yang tergabung dalam lembaga ini berpendapat bahwa meskipun sistem
perekonomian suatu negara tidak bisa maju tanpa bank, namun karena sifat
bunga itu merupakan kelebihan dari pokok utang yang tidak ada imbalan bagi
orang yang berpiutang dan sering menjurus kepada sifat adh’aafan
mudhaa’afatan (berlipat ganda) apabila utang tidak dibayar tepat waktu, maka
lembaga ini pun menetapkan bahwa bunga bank termasuk riba yang diharamkan
syara’.
Tetapi ada
sebagian ulama yang mengaitkan keharaman riba tersebut dengan unsur azh-zhulm
(penganiayaan atau penindasan). Artinya, bila pinjaman yang diberikan itu
tidak menyebabkan orang lain merasa teraniaya atau tertindas maka ia tidak
dikatagorikan sebagai riba yang diharamkan, meskipun dilakukan dengan sistem
bunga. Di antara ulama yang berpendapat seperti itu adalah Muhammad Rasyid
Ridha, seorang mufasir dari Mesir. Menurutnya, tidaklah termasuk ke dalam
pengertian riba bila seseorang memberikan kepada orang lain harta (uang)
untuk diinvestasikan sambil menetapkan kadar tertentu baginya dari hasil
usaha tersebut. Hal ini disebabkan karena transaksi seperti itu menguntungkan
kedua belah pihak.
Sementara
itu, Muhammad Quraish Shihab –mufasir Indonesia-, setelah menganalisa
ayat-ayat yang berkaitan dengan riba, asbab an-nuzulnya, dan pendapat
berbagai mufasir, menyimpulkan bahwa ’illat (sebab) dari keharaman riba itu
adalah sifat azh-zhulm (aniaya), seperti yang disebutkan di akhir ayat 279
dari Surah Al-Baqarah. Oleh sebab itu, yang diharamkan itu adalah kelebihan
yang dipungut bersama jumlah utang yang mengandung unsur penganiayaan dan
penindasan, bukan sekedar kelebihan atau penambahan jumlah utang.
Saya
pribadi lebih cenderung pada pendapat pertama yang mengharamkan bunga bank.
Karenanya, saya berharap sistem perbankan Islam dapat berkembang pesat di
Indonesia dan benar-benar dapat berjalan sesuai aturan syariat. Wallaahu
A’lam….
(Referensi Utama: Fiqh Muamalah, Dr. H. Nasrun Haroen, MA; Penerbit Gaya
Media Pratama, Jakarta)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar